Blowing In The Wind Pink And Green Flower;

Saturday, March 3, 2012

My 1st Time Breastfeeding

1 hari pasca aku melahirkan bayiku telah berlalu, tapi aku belum juga diperbolehkan bertemu dengan baby girl-ku, karena TDku masih berkisar antara 190/100-180/100. Hari ini bahkan lebih ekstrim, para kerabat yang menengokku dibatasi dan dilarang berisik oleh para petugas medis, aku diharuskan untuk tidur yang cukup, istirahat maksimal, supaya TD cepat turun. Tapi bagaimana aku bisa istirahat dengan tenang? Pikiranku melayang jauh ke bayiku yang sedari kemarin belum aku peluk belum aku beri ASI. Siang itu papaku menengok bayiku di ruang bayi, yaa timbul rasa iba karena kata papaku, bayiku menangis seperti kelaparan. Yes, I was getting panick, was angry with all of this mess, was angry with my self, my baby starving because of me. Rasanya ingin marah, sangat ingin marah, semua jadi serba salah dan TD tidak kunjung turun malah meningkat karena emosiku yang melonjak. Hingga malam tiba tinggal aku dan suamiku yang menemaniku di RS. Zuster yang memantauku tiap 2 jam kembali masuk ruangan kamarku, akhirnya kami beranikan diri untuk menanyakan kondisi bayi kami, ternyata bayiku belum minum cairan apapun sejak aku lahirkan, ohh my...lemas seketika tubuhku, rasa bersalahdan ingin marah seketika langsung mengalir dalam jiwaku. Aku tau bayi dapat bertahan 48 jam tanpa ASI sekalipun, tapi ini sudah lebih dari 30 jam dia tidak mendapatkan suply apapun, bagaimana jika ASIku tak langsung keluar? Bayi yang langsung minum ibunya setelah lahir saja ASInya belum tentu langsung keluar, menurut pengalaman kakakku yang melahirkan normal, ASI baru keluar sekitar 2 hari itupun sudah dihisap bayinya, walaupun ASI belum keluar hisapan bayi akan merangsang ASI keluar. Yah begitulah juga yang diajarkan padaku sewaktu ikut kelas senam hamil dulu, biarpun ASI belum keluar biarkan bayi tetap terus menghisap biar merangsang ASI jadi keluar. So, bagaimana dengan aku? Bayiku belum menghisapku sama sekali... akhirnya aku dan suamiku memohon pada zuster untuk memperbolehkan bayiku menyusu padaku.

Awalnya zuster tentu saja tidak mudah terayu dengan bujuk rayuku dan suami yang memohon agar bayiku diperbolehkan meyusu langsung padaku. Karena si zuster kekeuh dengan perintah dokter, sempat terfikir olehku untuk memberikan bayiku sufor (susu formula) tetapi setelah berkonsultasi dengan tanteku dr.Dwi Dian Indahwati, Sp.OG, beliau melarang keras memberi sufor, it’s a big NO NO, you have to breastfeeding your baby and your hypertension will be much better. Dari RS sama sekali tidak memberikan sufor, karena dari awal perjanjian dengan RS aku memberikan bayiku ASI. The good side is, RSIA Bunda Aliyah merupakan RS yang support ASI jadi untuk pemberian sufor harus ada tanda tangan persetujuan dari pasien, sufor dan botol susu juga harus disiapkan oleh keluarga pasien karena di RS ini memang tidak menyediakan sufor dan botol susu. Well, dengan pertimbangan dari hasil konsultasi dengan tanteku jadilah kami mengurungkan niat untuk memberikan sufor pada baby K dan kembali membujuk rayu si zuster untuk baby rooming in. Tindakan radikal akan aku ambil, jika si zuster tidak bisa dibujuk lagi, I’m gonna call the doctors *dan membujuk rayu dokternya tentunya hehehe*. Tapi akhirnya si zuster termakan wajah melasku juga... her comes the baby in my room....


My beautiful baby girl, finally we met again....

Hatiku terasa berbunga-bunga dan senang saat melihat box baby memasuki kamarku... oh my God, my beautiful little angel is here... can’t wait to hug you.... langsung aku ingin segera memeluknya dan menyusuinya... Dengan bantuan zuster, bayiku berada di pelukanku *harap maklum, di kamar rawat hanya ada aku dengan berlimpah selang ditubuhku dan suamiku yang menemaniku dan suamiku merasa belum fasih menggendong bayi jadilah si zuster ini yang membantuku*. Walaupun lengan kiri terpasang infus 2 line dan lengan kanan terpasang sfigmomanometer cuff yang memompa tiap 10 menit itu *saat mompa, lengan langsung jadi nyut-nyutan*, aku tetap berusaha keras memeluk bayiku. Posisi setengah duduk menurutku terasa lebih nyaman dari pada posisi miring, hari pertama setelah operasi miring kiri dan kanan terasaaa wow.. Aku langsung menyusui bayiku, mencari posisi ternyaman untukku dan baby K. Ouch, it wasn’t easy for the first time. Alhamdulillah ASIku langsung keluar walaupun gak banyak tetapi setidaknya dahaga bayiku sudah terlewati... Setelah menyusu, baby K tertidur pulas dan dia kembali dibawa ke ruang bayi *masih belum boleh rooming in*. Ajaibnya, setelah menyusui baby K, tekanan darahku turun perlahan. Hmm, dengan senang hati aku tunjukkan angka-angka indah di monitor itu kepada zuster... terbukti kan, menyusui menurunkan tekanan darahku... ternyata obat paling mujarab adalah anakku... Melihatnya, memeluknya, menyusuinya membuatku semangat untuk hidup dan semangat untuk cepat pulih...

Keesokan harinya tekanan darahku stabil di 150/90, bayiku sudah diizinkan dokter untuk rooming in *gak sia-sia perjuangan mama, nak...* walaupun monitor masih setia menemaniku. Saking senangnya baby rooming in karena bisa dekat dan menyusui bayiku kapan saja, rasanya mataku tak bisa terpejam walaupun baby box berada tepat disamping tempat tidurku. Rasanya pandanganku tidak bisa lepas dari si baby. Aku gak tau apakah aku terlalu khawatir atau terlalu senang sehingga mata tak bisa terpejam, sementara itu, walaupun monitor annoying itu keep beeping every 10 minutes, si baby K tetap bobo dengan tenang...

My baby K was sleeping so cutely

Thursday, March 1, 2012

Proses Kelahiran baby K: Pre-eklamsi berat

38 weeks pregnant, tepat tanggal 14 Agustus 2011, setelah 2 hari yang lalu melakukan induksi alami, pagi ini flek darah lendir semakin berarti, tekanan darah pukul 7 pagi 130/110mmHg, aku masih terus berusaha supaya bisa melahirkan normal, jalan pagi supaya bukaan semakin cepat, mulas sudah mulai terasa walaupun tidak terasa mulas yang hebat. Dan setelah berkonsultasi dengan tanteku yang juga DSOG, aku harus langsung ke RSIA, TD 130/110mmHg bisa memacu kejang kapan saja, aku harus diobservasi di RS...

Hari minggu pagi itu, setelah menutup telepon dari tanteku tentu saja aku dan keluarga bersiap-siap menginap di RS, untungnya bawaan ke RS sudah disiapkan jadi tinggal angkut travel bag­-ku. Masih dengan cengangas-cengenges, mencoba menenangkan hati aku sampai di RSIA Bunda Aliyah yang jaraknya dari rumahku cuma 5 menit kalau naik mobil pribadi. Rumah sakitnya sepi karena hari minggu, tampak hanya seorang mas-mas penjaga receptionist, “Ada perlu apa bu?” sapanya, “Eeeeng, ini mas saya mau ngelahirin” (dengan muka cengengesan sambil nunjukin surat rujukan dari dokter), “langsung ke lantai 2 aja bu, ke ruang bersalin”. Daaaang, aku beneran mau ngelahirin nihh?? Mulai panik...Sampailah di ruang bersalin, dimana suara erangan dan tangisan para ibu-ibu kian menjadi, sudah terbayang infus dan berbagai macam suntikan yang akan menghujaniku, yaaah sudah sampai disini, hanya pasrah yang bisa aku lakukan...

Ruang observasi: diruangan ini, aku akan diobservasi tiap bukaan, dimulai dengan cek flek darah lendir yang dengan bodohnya aku pakai acara ganti pembalut dulu sebelum ke RS akhirnya hilang lah bukti autentik kalau flek darah lendir itu sudah keluar *tepok jidat*, lalu dilanjutkan dengan pengukuran tekanan darah dan wooooow ruangan ini sungguh ajaib, tekanan darahku langsung melonjak jadi 160/90mmHg, lalu dilanjutkan dengan CTG (Cardio Toco Graphy) dipasangkan alat seperti headset ke perut dan ga boleh bergerak heboh selama 20 menit, CTG ini merekam detak jantung janin (cardio) dan kontraksi rahim ibu (toco). Lalu kembali ukur tekanan darah setelah 1 jam berlalu dan huuufhh tidak ada perubahan, akhirnya si ibu bidan konsultasi ke DSOGku dan kali ini ultimatum-pun kembali dikeluarkan, jika TD tidak turun juga dengan obat-obatan yang diberikan maka harus operasi caesar...Dan ternyata tetap saja tekanan darahku tidak turun juga malah semakin naik menjadi 165/110 dan saat itu juga aku menyandang predikat pre-eklamsi berat dan harus operasi caesar cito, langsung aku dipersiapkan untuk caesar. Air mataku rasanya tak bisa dihentikan, aku harus melahirkan caesar, suamikuuu maafkan aku atas mahalnya biaya semua ini, kandas sudah cita-citaku melahirkan sambil menggenggam tangan suamiku, karena saat operasi aku tidak boleh ditemani suami, suamiku hanya dapat memandang dari kaca untuk melihat proses operasi...


Alat CTG yang ditempelkan ke perut

Apasih preeklamsi berat itu?

Eklamsia dan preeklamsia berat disebut juga sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver function, dan Low Platelet count). Keadaan ini merupakan salah satu komplikasi dari preeklamsia de­ngan faktor risiko partus preterm, hambatan pertumbuhan janin, serta partus per­abdominam. Jika segera diatasi, preeklamsia dapat diketahui dan resiko menjadi eklamsia kecil. Eklampsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsia yang tidak teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga sering mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah melahirkan.

Tanda dan gejala preeklamsi berat lebih jelas terlihat, yaitu:

  • Sakit kepala berat yang konstan
  • Pengelihatan buram atau melihat spot di depan mata (disebut juga scotomata)
  • Sensitif terhadap cahaya
  • Letargi
  • Mual dan muntah
  • Bengkak parah
  • Peningkatan berat bandan lebih dari 1 pound per hari
  • Nyeri pada perut bagian atas
  • Nafas memendek
  • Reflek brisk (disebut juga hiperrefleksia)

Jika preeklamsi tidak terkontrol, penyakit ini dapat menjadi eklamsia. Protein urin memburuk, fungsi hati abnormal dan keluaran urin sedikit (oliguria).

Pada kasus preeklamsia berat, satu-satunya pengobatan preeklamsia berat adalah kelahiran bayi, dokter akan memberikan induksi bila mendekati taksiran persalinan, tujuannya untuk mengurangi resiko dari preeklamsia (kerusakan ginjal, perdarahan hebat dan eklamsia). Dokter akan memberikan suntikan intra vena magnesium sulfat untukmencegah kejang-kejang pada eklamsia. Pada eklamsia, kelahiran segera sangat disarankan. Dokter akan memberikan intra vena magnesium sulfat dan obat anti hipertensi untuk mengkontrol tekanan darah.

Setelah melahirkan, dokter akan memonitor keadaan umum dan tetap memberikan anti kejang untuk kurun waktu 1 hari atau lebih. Pada kebanyakan wanita gejala preeklamsia masih ada pada 1 atau 2 hari setelah melahirkan dan menghilang perlahan kurang lebih selama 1 minggu. Wanita dengan preeklamsia berat dapat pulang dengan catatan meminum obat anti hipertensi selama beberapa minggu setelah melahirkan. Jika tekanan darah tidak kembali normal setelah 6 minggu, dokter akan melihat ke masalah lain yaitu masalah pada hati, darah, atau kerusakan ginjal.

Caesarian Section Surgery, the best way for my condition

Ruang operasi: tubuhku sudah terasa lemas menuju ruang operasi, terbayang jelas proses operasi caesar waktu aku masih menjabat sebagai coass. Benar-benar tidak pernah terbayangkan aku menjalani operasi caesar ini. Zuster mendorongku dengan kursi dorong menuju ruang operasi, menggantikan pakaianku dengan jubah operasi. Pukul 12.40 aku dibawa masuk ke ruang operasi dan akan berjuang sendiri tanpa suamiku melahirkan putri kami. Dag dig dug, apapun yang terjadi, terjadilah... I know everything could be happen in this surgery room. Team dokter masuk ruang operasi dan memperkenalkan diri plus jabatan mereka masing-masing. Setelah di wawancara singkat oleh dokter spesialis anestesi, dimulailah pembiusan epidural yang melumpuhkan setengah bagian bawah tubuhku. Dan beberapa saat kemudian kakiku terasa berat dan semakin berat dan tidak terasa apa-apa lagi. Selama proses operasi aku tetap sadar, karena memang hanya dari perut kebawah yang dibius. Dan pukul 12.47 terdengar suara tangis bayiku. Ingin rasanya segera memeluknya tapi apa daya, kedua lenganku di ikat dimeja operasi, sebelah kiri terpasang tensi yang berhubungan dengan monitor sebelah kanan terpasang infus. Tapi itu semua nggak mengurangi kebahagiaanku sedikitpun. Aku merasa sangat lega, sangat bahagia, sangat ingin cepat-cepat memeluknya. Bayiku langsung diambil dokter spesialis anak dan bidan untuk diperiksa kondisinya dan diperdengarkan adzan dan iqomah oleh suamiku. Beberapa menit kemudian bidan datang membawa bayiku untuk IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Ohh my... she’s so cute, so beautiful... and I kissed her for the first time, let my happy tears fallen on her face... kemudian bidan meletakkan bayiku on my breast membiarkannya menjilat-jilat tubuhku tapi karena ruang operasi yang begitu dingin, bayiku terlihat kedinginan dan akhirnya proses IMD tidak berjalan lama. See u soon baby, in our room...


Welcome to the world my baby K

Pasca operasi (Ruang pemulihan): rasanya ingin sekali cepat-cepat kembali ke kamar perawatan dan bertemu bayiku lagi tetapi aku harus melalui observasi pasca operasi selama 2 jam, ohh it’s over than 2 hours, karena pas jam pergantian perawat *naas*. Sampai di kamar rawat rupanya aku masih tersangkut dengan kabel dan monitor pengukur TD yang berbunyi tiap 10 menit sekali *how annoying*, karena tiap 10 menit TDku diukur oleh monitor tersebut. Ternyata TDku tidak membaik malah semakin melonjak hingga 210/110 *Thank’s God I’m still alive*. Rasa nyeri pasca operasi juga kemungkinan berperan dalam meningkatkan tekanan darah dan dengan TDku yang setinggi itu, dokter tidak memperbolehkanku rawat gabung dengan bayiku, surely it makes me down and more stressfull!

Monitor yang setia menemani hari-hariku di RS...

Sumber:

Peter J. Chen, MD, Department of Obstetrics & Gynecology, Hospital of the University of Pennsylvania, Philadelphia, PA. Review provided by VeriMed Healthcare Network. http://www.umm.edu/pregnancy/000200.htm#ixzz1mRiZKDdQ

Majalah Farmacia Edisi Juli 2007 Vol.6 No.12, Sindrom HELLP dengan perburukan, Halaman: 26. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=526