
38 weeks pregnant, tepat tanggal 14 Agustus 2011, setelah 2 hari yang lalu melakukan induksi alami, pagi ini flek darah lendir semakin berarti, tekanan darah pukul 7 pagi 130/110mmHg, aku masih terus berusaha supaya bisa melahirkan normal, jalan pagi supaya bukaan semakin cepat, mulas sudah mulai terasa walaupun tidak terasa mulas yang hebat. Dan setelah berkonsultasi dengan tanteku yang juga DSOG, aku harus langsung ke RSIA, TD 130/110mmHg bisa memacu kejang kapan saja, aku harus diobservasi di RS...
Hari minggu pagi itu, setelah menutup telepon dari tanteku tentu saja aku dan keluarga bersiap-siap menginap di RS, untungnya bawaan ke RS sudah disiapkan jadi tinggal angkut travel bag-ku. Masih dengan cengangas-cengenges, mencoba menenangkan hati aku sampai di RSIA Bunda Aliyah yang jaraknya dari rumahku cuma 5 menit kalau naik mobil pribadi. Rumah sakitnya sepi karena hari minggu, tampak hanya seorang mas-mas penjaga receptionist, “Ada perlu apa bu?” sapanya, “Eeeeng, ini mas saya mau ngelahirin” (dengan muka cengengesan sambil nunjukin surat rujukan dari dokter), “langsung ke lantai 2 aja bu, ke ruang bersalin”. Daaaang, aku beneran mau ngelahirin nihh?? Mulai panik...Sampailah di ruang bersalin, dimana suara erangan dan tangisan para ibu-ibu kian menjadi, sudah terbayang infus dan berbagai macam suntikan yang akan menghujaniku, yaaah sudah sampai disini, hanya pasrah yang bisa aku lakukan...

Ruang observasi: diruangan ini, aku akan diobservasi tiap bukaan, dimulai dengan cek flek darah lendir yang dengan bodohnya aku pakai acara ganti pembalut dulu sebelum ke RS akhirnya hilang lah bukti autentik kalau flek darah lendir itu sudah keluar *tepok jidat*, lalu dilanjutkan dengan pengukuran tekanan darah dan wooooow ruangan ini sungguh ajaib, tekanan darahku langsung melonjak jadi 160/90mmHg, lalu dilanjutkan dengan CTG (Cardio Toco Graphy) dipasangkan alat seperti headset ke perut dan ga boleh bergerak heboh selama 20 menit, CTG ini merekam detak jantung janin (cardio) dan kontraksi rahim ibu (toco). Lalu kembali ukur tekanan darah setelah 1 jam berlalu dan huuufhh tidak ada perubahan, akhirnya si ibu bidan konsultasi ke DSOGku dan kali ini ultimatum-pun kembali dikeluarkan, jika TD tidak turun juga dengan obat-obatan yang diberikan maka harus operasi caesar...Dan ternyata tetap saja tekanan darahku tidak turun juga malah semakin naik menjadi 165/110 dan saat itu juga aku menyandang predikat pre-eklamsi berat dan harus operasi caesar cito, langsung aku dipersiapkan untuk caesar. Air mataku rasanya tak bisa dihentikan, aku harus melahirkan caesar, suamikuuu maafkan aku atas mahalnya biaya semua ini, kandas sudah cita-citaku melahirkan sambil menggenggam tangan suamiku, karena saat operasi aku tidak boleh ditemani suami, suamiku hanya dapat memandang dari kaca untuk melihat proses operasi...

Alat CTG yang ditempelkan ke perut
Apasih preeklamsi berat itu?
Eklamsia dan preeklamsia berat disebut juga sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver function, dan Low Platelet count). Keadaan ini merupakan salah satu komplikasi dari preeklamsia dengan faktor risiko partus preterm, hambatan pertumbuhan janin, serta partus perabdominam. Jika segera diatasi, preeklamsia dapat diketahui dan resiko menjadi eklamsia kecil. Eklampsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsia yang tidak teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga sering mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah melahirkan.
Tanda dan gejala preeklamsi berat lebih jelas terlihat, yaitu:
- Sakit kepala berat yang konstan
- Pengelihatan buram atau melihat spot di depan mata (disebut juga scotomata)
- Sensitif terhadap cahaya
- Letargi
- Mual dan muntah
- Bengkak parah
- Peningkatan berat bandan lebih dari 1 pound per hari
- Nyeri pada perut bagian atas
- Nafas memendek
- Reflek brisk (disebut juga hiperrefleksia)
Jika preeklamsi tidak terkontrol, penyakit ini dapat menjadi eklamsia. Protein urin memburuk, fungsi hati abnormal dan keluaran urin sedikit (oliguria).
Pada kasus preeklamsia berat, satu-satunya pengobatan preeklamsia berat adalah kelahiran bayi, dokter akan memberikan induksi bila mendekati taksiran persalinan, tujuannya untuk mengurangi resiko dari preeklamsia (kerusakan ginjal, perdarahan hebat dan eklamsia). Dokter akan memberikan suntikan intra vena magnesium sulfat untukmencegah kejang-kejang pada eklamsia. Pada eklamsia, kelahiran segera sangat disarankan. Dokter akan memberikan intra vena magnesium sulfat dan obat anti hipertensi untuk mengkontrol tekanan darah.
Setelah melahirkan, dokter akan memonitor keadaan umum dan tetap memberikan anti kejang untuk kurun waktu 1 hari atau lebih. Pada kebanyakan wanita gejala preeklamsia masih ada pada 1 atau 2 hari setelah melahirkan dan menghilang perlahan kurang lebih selama 1 minggu. Wanita dengan preeklamsia berat dapat pulang dengan catatan meminum obat anti hipertensi selama beberapa minggu setelah melahirkan. Jika tekanan darah tidak kembali normal setelah 6 minggu, dokter akan melihat ke masalah lain yaitu masalah pada hati, darah, atau kerusakan ginjal.

Caesarian Section Surgery, the best way for my condition
Ruang operasi: tubuhku sudah terasa lemas menuju ruang operasi, terbayang jelas proses operasi caesar waktu aku masih menjabat sebagai coass. Benar-benar tidak pernah terbayangkan aku menjalani operasi caesar ini. Zuster mendorongku dengan kursi dorong menuju ruang operasi, menggantikan pakaianku dengan jubah operasi. Pukul 12.40 aku dibawa masuk ke ruang operasi dan akan berjuang sendiri tanpa suamiku melahirkan putri kami. Dag dig dug, apapun yang terjadi, terjadilah... I know everything could be happen in this surgery room. Team dokter masuk ruang operasi dan memperkenalkan diri plus jabatan mereka masing-masing. Setelah di wawancara singkat oleh dokter spesialis anestesi, dimulailah pembiusan epidural yang melumpuhkan setengah bagian bawah tubuhku. Dan beberapa saat kemudian kakiku terasa berat dan semakin berat dan tidak terasa apa-apa lagi. Selama proses operasi aku tetap sadar, karena memang hanya dari perut kebawah yang dibius. Dan pukul 12.47 terdengar suara tangis bayiku. Ingin rasanya segera memeluknya tapi apa daya, kedua lenganku di ikat dimeja operasi, sebelah kiri terpasang tensi yang berhubungan dengan monitor sebelah kanan terpasang infus. Tapi itu semua nggak mengurangi kebahagiaanku sedikitpun. Aku merasa sangat lega, sangat bahagia, sangat ingin cepat-cepat memeluknya. Bayiku langsung diambil dokter spesialis anak dan bidan untuk diperiksa kondisinya dan diperdengarkan adzan dan iqomah oleh suamiku. Beberapa menit kemudian bidan datang membawa bayiku untuk IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Ohh my... she’s so cute, so beautiful... and I kissed her for the first time, let my happy tears fallen on her face... kemudian bidan meletakkan bayiku on my breast membiarkannya menjilat-jilat tubuhku tapi karena ruang operasi yang begitu dingin, bayiku terlihat kedinginan dan akhirnya proses IMD tidak berjalan lama. See u soon baby, in our room...

Welcome to the world my baby K
Pasca operasi (Ruang pemulihan): rasanya ingin sekali cepat-cepat kembali ke kamar perawatan dan bertemu bayiku lagi tetapi aku harus melalui observasi pasca operasi selama 2 jam, ohh it’s over than 2 hours, karena pas jam pergantian perawat *naas*. Sampai di kamar rawat rupanya aku masih tersangkut dengan kabel dan monitor pengukur TD yang berbunyi tiap 10 menit sekali *how annoying*, karena tiap 10 menit TDku diukur oleh monitor tersebut. Ternyata TDku tidak membaik malah semakin melonjak hingga 210/110 *Thank’s God I’m still alive*. Rasa nyeri pasca operasi juga kemungkinan berperan dalam meningkatkan tekanan darah dan dengan TDku yang setinggi itu, dokter tidak memperbolehkanku rawat gabung dengan bayiku, surely it makes me down and more stressfull!

Monitor yang setia menemani hari-hariku di RS...
Sumber:
Peter J. Chen, MD, Department of Obstetrics & Gynecology, Hospital of the University of Pennsylvania, Philadelphia, PA. Review provided by VeriMed Healthcare Network. http://www.umm.edu/pregnancy/000200.htm#ixzz1mRiZKDdQ
Majalah Farmacia Edisi Juli 2007 Vol.6 No.12, Sindrom HELLP dengan perburukan, Halaman: 26. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=526
No comments:
Post a Comment